[Review Buku] Minimarket Yang Merepotkan karya Kim Ho-yeon

Aku akan ingat bahwa bagaimana pun juga, hidup terus berlanjut dengan berbagai arti yang tersimpan di dalamnya, dan aku harus bertahan hidup. (halaman 399)

Book details:

Judul BukuMinimarket Yang Merepotkan
PenulisKim Ho-yeon
PenerjemahHyancinta Louisa
PenerbitPenebit Haru
Tahun TerbitCetakan pertama, Oktober 2022
Halaman400 hlm ; 19 cm
ISBN978-623-5467-01-6
KategoriHealing Fiction

Blurb:

Ada pertemuan yang mengubah hidupmu.

Dokgo adalah seorang tunawisma hilang ingatan yang berkeliaran di stasiun Seoul. Suatu hari ia memungut dompet soerang nenek yang ternyata pengelola sebuah minimarket. Nenek tersebut melihat ketulusan Dokgo dan memberinya pekerjaan di minimarket tersebut.

Di sana, Dokgo mulai berinteraksi dengan banyak orang dan tanpa sadar mengubah jalan hidup mereka. ada seorang gadis yang tak tahu ingin jadi apa di masa depan. Ada seorang ibu yang tak bisa berkomunikasi dengan anaknya. Ada pula lelaki pegawai kantoran yang merasa rendah diri dan tak diterima . Ada pula lelaki pegawai kantoran yang merasa rendah diri dan tak diterima oleh istri dan putri kembarnya, dan masih banyak orang yang bertemu dengan Dokgo.

Akan tetapi , satu misteri terbesar masih tetap tersisa, siapa sebenarnya Dokgo?

Saat muncul promonya melalui akun resmi penerbit yang menterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Haru, senang sekali rasanya. Buku ini yang dibagi dalam beberapa cerita, yaitu: Nasi Kotak Lezat Istimewa, PS or PS, Manfaat Nasi Kepal, Satu Gratis Satu, Minimarket yang Merepotkan, Empat Kaleng 10.000 Won, Produk yang Sudah Harus Dibuang, tapi Tidak Apa-Apa, Always, sungguh menarik perhatian saya.

Saya baru tahu kalau ada buku dengan genre healing fiction, tapi setelah menamatkan bukunya baru paham yang dimaksud dengan healing fiction itu seperti ini, yang membuat saya percaya bahwa selalu ada harapan dalam kemanusiaan.

Buku yang menceritakan tentang Dokgo yang memiliki ‘kesempatan kedua’ setelah menyelamatkan dompet nenek pemilik minimarket. Berkat kebaikan Nenek, Dokgo mendapatkan pekerjaan shift malam di minimarket tersebut. Mempertemukannya dengan banyak orang, bukan saja pekerja dan pelanggan minimarket. Seacara perlahan, pertemuannya juga membawanya mengingat masa lalunya.

Hal-hal menarik dari buku Minimarket Yang Merepotkan:

  • Saya cukup menyukai sampulnya yang sangat minimalis. Tampilan nasi kotaknya sangat menarik, dan setelah baca buku jadi paham makna dibalik nasi kotak tersebut.
  • Judulnya juga menarik, Minimarket Yang Merepotkan. Kira-kira apanya yang merepotkan, ya? Temukan jawabannya dengan membaca bukunya. Beliau tahu bahwa minimarket adalah tempat orang-orang datang dan berlalu silih berganti. Pembeli dan karyawan tanpa kecuali. Beliau tahu bahwa minimarket adalah pom bensin bagi manusia, tempat mengisi bahan bakar, tetapi juga memperbaiki mobilku. Jika sudah baik, aku harus pergi. Aku harus kembali ke jalan. Ibu Bos mengatakan seperti itu padaku. (halaman 362)
  • Ceritanya menghangatkan.
  • Separuh buku diceritakan dari sudut pandang berbagai karakter di masing-masing bab dengan segala problematika kehidupannya masing-masing. Kemudian di bab terakhir, diceritakan dari sudut pandang Dokgo sendiri.
  • Banyak isu yang diangkat dalam novel ini, seperti hubungan antara Ibu dengan anak, suami dengan istri juga anak-anak, tekanan sosial dalam hubungan keluarga juga bidang pekerjaan, bahkan toksik kecantikan yang menjadi standar di Negeri Ginseng ini.
  • Membaca buku ini sangat menyenangkan, jadi membayangkan minimarket di malam hari yang dingin, terus makan mie cangkir hangat, nasi kepal, sama teh jagung, duh bikin ngiler. Pengen banget cobain teh jagung.
  • Bukunya cukup tebal, tapi bukan tipe buku yang berat, sangat nyaman dibaca saat santai.
  • Buat kamu yang menyukai Literature Korea yang bertemakan keluarga, buku ini bisa jadi referensi bacaanmu. 🙂

Baca juga: review buku Death in Babylon, Love in Istanbul

Karakter-karakter: Nyonya Yeom, Yeong Suk, Sihyun, Pak Dokgo, Minsik, Ibu Oh Seonsuk, Kyungman, Inkyung, Ibu Heeseu, Kwak, dll. 

Berikut ini kutipan-kutipan favorit saya dalam buku Minimarket Yang Merepotkan:

  1. Meskipun begitu, hari ini ia mendapat kebaikan dan membalas kebaikan yang ia dapat. Nyonya Yeom pun memutuskan untuk menganggap bahwa itu sudah cukup untuk membuat harinya menjadi lebih baik. (halaman 29)
  2. “Aku bisa membaca karakter orang  dengan baik. Karena itulah aku memperkerjakanmu di sini, kan?” (halaman 32)
  3. “Bos yang tidak menghargai karyawan membuat karyawan tidak menghargai pelanggan.” Toko adalah bisnis yang tidak melibatkan manusia. Toko tidak memperlakukan pelanggan dengan baik dan bos yang tidak memperlakukan karyawan dengan baik akan menghasilkan yang sama: kegagalan. (halaman 78)
  4. Berkat Dokgo, Sihyun bisa memiliki pengalaman membantu orang lain dan merasakan manfaatnya, bahwa ia bisa menyadari kemampuan tersembunyinya. (Halaman 117)
  5. [Hatiku tergerak setelah melihat videomu di YouTube. Cara bicara dan cara mengajarmu menunjukkan bahwa kau tidak mau memamerkan kemampuanmu, dan kau memikirkan posisi orang yang ingin belajar]. (halaman 120)
  6. Kau harus merasakan sedih agar kau bisa keluar dari sini tanpa menoleh ke belakang lagi. Kau harus keluar dan bekerja di tempat lain, baru kau akan merindukan tempat ini. Kau harus rindu, baru kau merasa lebih berterima kasih. Bukankah begitu seharusnya?” (halaman 124)
  7. “Sihyun, prasangka itu tidak selalu buruk. Kita harus selalu berhati-hati di dunia ini.” (halaman 133)
  8. Selama ini, ia selalu membanggakan anaknya di depan teman-temannya, sehingga ia tidak bisa mengeluh tentang anak laki-lakinya yang jadi menyedihkan di depan mereka. (halaman 153)
  9. “Rasanya akan menjadi lega jika ada yang mendengarkan ceritanya.” (halaman 160)
  10. Bilang pada anak Ibu, selama ini Ibu tidak mendengarkan ceritanya, dan sekarang Ibu akan mendengarkannya … dan minta dia bercerita … tulis semuanya dalam surat. Kemudian .. taruh nasi kepal di atas suratnya. (halaman 162)
  11. Minimarket yang merepotkan ini kembali menjadi tempat rahasianya dalam sekejap. (halaman 187)
  12. Hidup adalah rangkaian penyelesaian masalah. (halaman 200)
  13. Habiskanlah waktu di sini sambil memikirkan karyamu. Menulis tanpa berpikir itu hanya mengetik, bukan menulis karya. (halaman 205)
  14. Rupanya orang baik melahirkan dan membesarkan anak-anak yang baik. (halaman 208)
  15. “Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang ada di atas jalan menuju sesuatu, tetapi kebahagiaan adalah jalan itu sendiri. Dan kau harus bersikap baik karena semua orang yang kau temui sedang berjuang keras.” (halaman 210)—ada dalam  autobiografi Bob Dylan, “Chronicles.”
  16. Upaya dan keinginan melihat kembali luka untuk mengatasi luka itu bisa menjadi motivasi dan akhirnya membangun kepribadian. Jika ingin menunjukkan kepribadian, kita hanya perlu menunjukkan pilihan-pilihan kita saat menghadapi persimpangan jalan. (halaman 233)
  17. Pelanggannya pun merasakan efek healing setelah makan paket ini. (halaman 241)
  18. Setelah berpikir dan merenung lama, setelah menumbuhkan segumpal pikiran yang akhirnya bisa keluar setelah disenggol sedikit, sisa tugas seorang penulis hanyalah menjadi tukang ketik, mengetuk papan ketik dengan giat. Jika jari tak bisa mengikuti kecepatan pikiran, berarti prosesnya berjalan dengan baik. (halaman 244)
  19. .. Seharusnya  ia menutupnya sejak dulu. Setiap kali kata-kata kekerasan yang tidak sengaja ia lontarkan kepada keluarganya terngiang di kepalanya, ia pun terpaksa mengingat Hukum Tabur Tuai. (halaman 319)
  20. Padahal membantu  bersih-bersih adalah hal yang  baik, ia hanya tidak suka aku berkeliaran di depan matanya. Terserah suka atau tidak, aku akan melakukan apa yang ingin kulakukan. (halaman 348)
  21. Aku mendengarkannya sambil memikirkannya. Mencoba melihat dari kacamata orang lain, ini adalah kalimat yang baru aku sadari setelah aku keluar dari jalur. (halaman 353)
  22. Setelah waktu berlalu, aku kehilangan ingatanku dalam penderitaan. Barulah saat itu aku membuka mataku dan melihat dunia, belajar mencoba mengubah sudut pandangku supaya memiliki kasih sayang dan mulai belajar mengerti hati orang lain. (halaman 355)
  23. Ia menceritakan banyak masa lalunya untuk menggali masa laluku. Aku iri pada energinya, ia tidak pernah lelah dengan apa yang ingin ia lakukan. Jadi, aku bertanya kekuatan apa yang menopangnya. Ia pun menjawab bahwa hidup adalah rangkaian penyelesaian masalah yang terus menerus. Kalau memang harus menyelesaikan masalah, ia hanya mencoba memilih masalah yang baik untuk diselesaikan. (halaman 368)
  24. Kita harus merasa repot dan kesulitan agar orang yang kita layani bisa merasa nyaman. Saya perlu satu tahun untuk menyadari hal ini. (halaman 371)
  25. “Bapak sangat ramah … pada pembeli … Jadi, perlakukan keluarga Bapak … seperti Bapak melayani pembeli. Dengan demikian … semua pasti akan baik-baik saja.” (halaman 375)
  26. Jika dipikir-pikir, bukankah keluarga juga tamu yang hadir dalam perjalanan hidup kita masing-masing? Tidak akan ada yang menyakiti satu sama lain bila kita saling memperlakukan satu sama lain sebagai tamu yang tak diundang. (halaman 376)
  27. Pada akhirnya, hidup adalah hubungan dan hubungan adalah komunikasi. Aku sekarang menyadari bahwa kebahagiaan itu tidak jauh dan bisa ditemukan saat berbagi pikiran dengan orang-orang di sekitar. (halaman 377)
  28. “Mereka mengoceh bahwa COVID-19 ini merepotkan, ini merepotkan, dan ingin berbuat semau  mereka sendiri. Tetapi dunia memang sejak dulu begitu. Hidup memang merepotkan.” (halaman 395)
  29. Sungai bukan tempat untuk jatuh, tetapi tempat yang harus diseberangi. (halaman 398)

Baca juga : review buku Convenience Store Woman

Tentang penulis. Kim He-yeon lahir di Seoul pada tahun 1974. Ia lulus dari jurusan Bahasa dan Sastra Korea, Universitas Korea. Sebelum menjadi penulis penuh waktu, ia pernah bekerja sebagai penulis scenario dan editor. Salah satu skenarionya yang berjudul “Zona Manusia Eksperimental” memenangkan hadiah utama di kontes Cerita Komik Bucheon yang pertama. Novelnya yang berjuduk Mangwon-dong Brothers yang terbit pada 2013 memenangkan Segye Literature Award fo Excellence yang ke-9.

Saat ini dia telah menulis beberapa novel diantaranya Rivals in Love (2015), Ghostwriters (2017), Fauster (2019), dan buku prosa I Write Every Day. Write it Again, dan Write It to the End (2020)

Happy reading! 🙂

Baca juga review buku-buku literatur Korea Selatan:

  1. Tenang, Semua akan Baik-Baik Saja karya Jedit
  2. The Time We Walk Together karya Lee Kyu Young
  3. Nyaman Tanpa Beban karya Kim Suhyun
  4. Nunchi Seni Membaca Pikiran dan Perasaan Orang Lain karya Euny Hong
  5. Tak Mungkin Membuat Semua Orang Senang, karya Jeong Moon Jeong
  6. Hidup Apa Adanya, karya Kim Suhyun
  7. Menyakitkan Tapi Tak Seburuk yang Kupikirkan, karya Lee You-Jeong
  8. I’ll Go To You When The Weather is Nice, karya Lee Do Woo
  9. Letterbox 110 karya Lee Do Woo
  10. I See You Like A Flower, karya Na Tae Joo
  11. Siapa yang datang ke pemakamanku saat aku mati nanti? karya Kim Sang Hyun
  12. The Things You Can See Only When You Slown Down, karya Haemin Sunim
  13. Santai Aja, Namanya Juga Hidup, karya Yozuck
  14. 1 CM Between Me and You, karya Kim Eun Ju
  15. The Power of Language karya Shin Do Hyun dan Yoo Na Ra
  16. I Want to Die But I Want To Eat Tteokpokki karya Baek Sa Hee
  17. I Want to Die But I Want To Eat Tteokpokki 2 karya Baek Sa Hee
  18. Aku Ingin Pulang Meski Sudah di Rumah karya Kwon Robin
  19. Aku Bukannya Menyerah, Hanya Sedang Lelah karya Geulbaewoo
  20. The Little Book of Skincare – Rahasia Kecantikan Korea
  21. Nyaman Tanpa Beban
  22. Kepribadian Berdasarkan MBTI karya Kim Sona
  23. Kupikir Segalanya Akan Beres Saat Aku Dewasa karya Kim Haenam dan Park Jongseok
  24. Ketika Aku Tak Tahu Apa Yang Aku Inginkan karya Jeon Seunghwan
  25. Sebenarnya Aku Tidak Baik-Baik Saja karya Geulbaewoo
  26. Love for Imperfect Things: Mencintai Ketidaksempurnaan Karya Haemin Sunim
  27. Every Day Is Sunny Day When I’m With You Karya Bae Sung Tae
  28. Minimarket yang Merepotkan karya Kim He-yeon

Leave a comment